BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Konsep
globalisasi pada dasarnya mengacu pada
pengertian ketiadaan batas antar negara ( stateless). Konsep ini merujuk pada
pengertian bahwa suatu negara tidak dapat memendung ‘sesuatu’ yang terjadi di
negara lainnya. Pengertian
‘sesuatu’ itu dikaitkan dengan banyak hal seperti pola perilaku, tatanan
kehidupan, sistem perdagangan dan lain sebagainya.
Proses globalisasi sebenarnya sudah di mulai sejak awal
Indonesia melakukan pembangunan. Dalam hal ini tidak lepas dari pengaruh sistem
yang berlaku di negara lain yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia.
Arus globalisasi baru mendapatkan
perhatian yang serius dari berbagai negara baik teknologi terutama informasi,
komunikasi, dan transportasi yang bekembang sedemikian cepatnya. Dengan
kemajuan teknologi dalam bidang itu menyebabkan pembauran antara bangsa menjadi
kompleks dan ini berpengaruh pada pembauran sistem nilai atau pola hidup. Maka
dari itu globalisasi membuat bangsa kita mengalami perubahan sistem nilai, pola
kehidupan, tatanan perilaku dan sangat erat kaitannya dengan akses terhadap
teknologi. Masyarakat perkotaan pun pada umumnya memiliki akses lebih baik
sehingga dampak globalisasi lebih besar pada masyarakat perkotaan dibandingkan
dengan masyarakat di pedesaan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1
Apa
saja karakteristik penduduk perkotaan?
1.2.2
Berapa
jumlah dan ukuran rumah tangga dan globalisasi ?
1.2.3
Bagaimana
hubungan perubahan lapangan pekerjaan karena dampak globalisasi?
1.2.4
Bagaimana
dampak globalisasi bagi peningkatan partisipasi kerja wanita?
1.3 TUJUAN
MASALAH
1.3.1
Karakteristik
penduduk perkotaan
1.3.2
Jumlah
dan ukuran rumah tangga
1.3.3
Perubahan
lapangan pekerjaan
1.3.4
Peningkatan
partisipasi angkatan kerja wanita
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Karakteristik Penduduk Perkotaan
Menurut Dickinson, kota adalah suatu pemukiman yang
bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bermata pencaharian bukan agraris.
Seperti yang kita ketahui, sebagian besar orang dari pedesaan pindah ke kota.
Karena masyarakat di perkotaan memiliki banyak akses lebih baik dari di desa.
Dengan banyaknya akses di perkotaan maka masyarakat di perkotaan mengalami
dampak globalisasi yang lebih besar dari masyarakat di desa. Dampak globalisasi
bagi kehidupan masyarakat perkotaan sangat konkrit dalam aspek sosial seperti
tatanan sosial masyarakat, perubahan psikologis, dan hubungan dalam keluarga. Sehingga diperoleh ciri-ciri kota dari berbagai aspek,
sebagai berikut:
- Ciri-ciri kota dari aspek sosial :
-
Adanya
keanekaragaman penduduk
-
Sikap
penduduk bersifat individualis
-
Norma
agama tidak ketat
-
Pandangan
hidup kota lebih rasional
- Ciri-ciri kota dari aspek fisik :
-
Adanya
sarana ekonomi
-
Adanya
gedung pemerintahan
-
Adanya
sarana rekreasi
-
Adanya
kompleks perumahan
2.2
Jumlah dan Ukuran Rumah Tangga
Dari globalisasi
dapat diketahui perubahan ukuran rumah tangga erat kaitannya dengan pola
fertilitas dan mortalitas masyarakat. Sebagaimana diketahui, tingkat fertilitas
di Indonesia telah menurun dengan sangat drastis sejak dicanangkannya gerakan
keluarga berencana. Jika pada tahun 1971 seorang wanita kawin dalam masa
produksinya rata-rata memiliki anak 5,60 maka pada tahun 1991 angka ini turun
menjadi 3,22. Demikian juga angka kematian di Indonesia telah mengalami
penurunan yang sangat dratis dalam 30 tahun terakhir. Angka kematian kasar di Indonesia telah diturunkan dari
20 per 1000 pendudukan pada tahun 1970 menjadi 8 per 1000 penduduk pada tahun 1995.
Sedangkan angka kematian bayi berhasilnya diturunkan dari 142 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 1971 menjadi 70 per 1000 kelahiran hidup menjelang tahun 1990.
Tingkat kematian khususnya kematian
bayi antara daerah perkotaan dan pedesaan lebih memberikan kondisi sosial
ekonomi di daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Sebagaimana diketahui kematian
bayi merupakan ukuran yang sensitif untuk menilai perkembangan sosial ekonomi
masyarakat. Hal ini jelas oleh karena pola kematian bayi sangat terkait dengan
ketersediaan fasilitas kesehatan, pola kesehatan yang ada dalam masyarakat tingkat
pendidikan, kesehatan lingkungan dan lain sebagainya.
Adanya perbedaan pola transisi
fertilitas dan mortalitas antara daerah perkotaan daerah perkotaan dan daerah
pedesaan berdampak pada adanya perbedaan besarnya rumah tangga antara daerah
perkotaan dan daerah pedesaan. Walaupun analisis mengenai jumlah dan ukuran
rumah rangga antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan belum tersedia, namun
melihat adanya perbedaan pola fertilitas dan mortalitas antara kedua daerah
tersebut, dapat disimpulkan bahwa ukuran rumah tangga di daerah perkotaan
cenderung lebih kecil daripada ukuran rumah tangga di pedesan. Di samping itu,
jumlah anak dalam rumah tangga untuk daerah perkotaan akan lebih sedikit
daripada di daerah pedesaan. Sebaliknya jumlah rumah tangga di daerah perkotaan
cenderung lebih besar daripada rumah tangga di daerah pedesaan.
Adapun implikasi yang dapat ditarik dari karakteristik
rumah tangga yaitu :
1)
rumah
tangga di daerah perkotaan lebih memiliki kesempatan untuk melakukan investasi
terhadap peningkatan kualitas keluarga dibandingkan dengan rumah tangga di
daerah pedesaan.
2)
Dengan
makin mengecilnya ukuran rumah tangga dan jumlah anak rumah tangga, maka wanita
di daerah perkotaan mempunyai kesempatan yang lebih tinggi untuk bekerja di
luar rumah dan itu berarti pendapatan rumah tangga akan meningkat.
3)
Meningkatanya
jumlah rumah tangga di daerah perkotaan membawa dampak makin sulitnya pengadaan
rumah bagi keluarga.
4)
Rumah
tangga di daerah perkotaan lebih ”mobile’ dibandingkan dengan rumah tangga di
daerah pedesaan.
2.3
Perubahan Lapangan Pekerjaan
Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan pembangunan pada
umumnya, lapangan pekerjaan penduduk berubah dari yang bersifat primer seperti
pertanian, pertambangan, menuju lapangan pekerjaan sekunder seperti industri
atau bangunan, dan akhirnya menuju lapangan pekerjaan tersier ( jasa dan
informasi).
Pekerjaan di daerah pedesaan masih
terkonsentrasi pada lapangan pekerjaan primer. sebaliknya lapangan pekerjaan di
daerah perkotaan sudah mulai mengalami transisi atau perubahan menuju lapangan
pekerjaan sekunder maupun tersier.
Transisi lapangan pekerjaan dari sektor primer menuju
sektor sekunder dan tersier di daerah perkotaan, tergambar pula dari status
pekerjaan antara pekerjaan formal dan nonformal di perkotaan. Pada tahun 1992,
persentase penduduk yang bekerja di sektor formal di daerah perkotaan lebih
tinggi daripada pedesaan, persentase penduduk yang bekerja di sektor non formal
jauh melampaui persentase mereka yang bekerja di sektor formal.
Gambaran lapangan pekerjaan penduduk
tersebut menunjukkan adanya perubahan sektor ekonomi penduduk dari yang
bersifat agragris menuju ke ekonomi yang bersifat industri. Gejala perubahan
ini cepat berlangsung di daerah perkotaan dibandingkan dengan di daerah
pedesaan. Perubahan perekonomian dari sektor yang bersifat agraris menuju
industri atau bahkan jasa, bukan saja berdampak pada perubahan pola hubungan
pekerjaan antara atasan dan bawahan, tetapi juga mengubah pola kehidupan
pekerjaan di luar situasi pekerjaan.
Dampak globalisasi terhadap pola
pekerjaan penduduk semakin nampak nyata bila globalisasi perdagangan dunia
sudah berjalan. Pada masa tersebut, persentase pekerja yang bekerja di sektor
formal akan meningkat di tambah dengan semakin besarnya pembauran antar bangsa dalam
lingkungan pekerjaan. Semuanya ini tentu membawa dampak pada perubahan struktur
rumah tangga dan pola perilaku kehidupan keluarga.
Mereka yang bekerja di sektor formal
akan memiliki jam kerja yang lebih teratur dan panjang. Hal ini tentunya
membawa konsekuensi pada perubahan pola kehidupan dan hubungan dalam keluarga.
Berkurangnya waktu luang di dalam rumah tangga harus diimbangi dengan kehadiran
pihak ketiga yaitu pembantu rumah tangga (PRT) untuk membantu mengurusi
kegiatan rumah tangga sehari-hari. Hal ini tentu saja berdampak pada lebih
formalnya hubungan keluarga dalam rumah tangga sebagai dampak dari kehadiran
pihak ketiga tersebut.
2.4
Peningkatan Partisipasi Angkatan Kerja Wanita
Pemanfaatan sumber daya perempuan perlu di bina melalui
memberi kesempatan seluas-luasnya bagi perempuan untuk mengembangkan dirinya. Misalnya
saja dengan kesempatan kerja yang sama dengan kaum pria, tidak mendiskriminasi
perempuan dan lain- lainnya.
Peranan perempuan dalam bidang
ketenagakerjaan juga ditunjukkan oleh partisipasi tenaga kerja perempuan yang
terus meningkat. Perempuan juga telah meningkatkan peran sertanya dalam lembaga
kenegaraan dan pemerintahan, selain itu telah banyak perempuan yang telah
menjadi pegawai negeri dan anggota ABRI. Realisasi dari peranan perempuan dalam pembangunan tentunya dapat kita
lihat sendiri. Saat ini telah banyak perempuan yang duduk dalam jabatan penting
dalam berbagai sektor pembangunan. Banyak perempuan telah membuka matanya akan
kemampuannya dalam menuangkan pikiran dan tenaga yang berguna bagi pembangunan.
Sejalan dengan transisi lapangan
pekerjaan di daerah perkotaan maka pola partisipasi angkatan kerja wanita di
daerah perkotaan pun mengalami perubahan. Secara umum tingkat partisipasi
angkatan kerja wanita di Indonesia mengalami peningkatan dari 49 persen pada
tahun 1980 menjadi 56 persen pada tahun 1990. Namun demikian gambaran partisipasi angkatan kerja wanita
di daerah perkotaan dan pedesaan memiliki karakteristik yang berbeda satu
dengan lainnya.
Data ini memperlihatkan bahwa
proporsi pekerjaan wanita dari keseluruhan pekerja di daerah perkotaan
meningkat dari 29 persen pada tahun 1980 menjadi 33 persen pada tahun 1990.
peningkatan proporsi wanita pekeja ini erat kaitannya dengan naiknya
partisipasi kaum wanita dalam sektor formal.
Kaum wanita di daerah perkotaan
memiliki kesempatan yang lebih baik untuk masuk ke dalam pekerjaan yang
bersifat formal dibandingkan dengan rekannya di daerah pedesaan. Wanita di
daerah pedesaan sebaliknya terpaksa berpartisipasi dalam pasar kerja walaupun
tanpa menerima upah atau gaji. Mereka terpaksa membantu suami atau keluarga
lain sebagai strategi menyambung hidup keluarganya. Mereka terutama terjun
membantu dalam bidang pertanian dan sektor industri rumah tangga yang pada
umumnya menghasilkan barang dengan nilai jual sangat rendah.
Perbedaan karakteristik partisipasi
angkatan kerja wanita di daerah perkotaan dan pedesaan tersebut membawa implikasi pada perbedaan
sistem nilai dan pandangan hidup antara kaum wanita pada kedua daerah tersebut.
Meningkatnya proporsi wanita di daerah perkotaan yang bekerja di sektor formal,
memiliki implikasi pada meningkatnya kemandirian wanita dalam mengambil
keputusan baik di dalam rumah tangga atau keluarga maupun di luar keluarga.
Demikian pula keputusan seperti menunjukan jumlah anak, sekarang tidak lagi
menjadi keputusan suami namun juga keputusan istri karena istri juga memiliki
keterbatasan (constraint) terhadap waktu sebagai dampak dari bekerja di luar
rumah.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ciri-ciri perkotaan dapat dilihat dari
aspek sosial dan aspek fisik yang
menjelaskan tentang bagaimana karakteristik penduduk perkotaan. Ciri-ciri kota
dari aspek sosial, yaitu adanya keanekaragaman penduduk, sikap penduduk
bersifat individualis, norma agama tidak ketat, dan pandangan hidup kota lebih
rasional. Ciri-ciri kota dari aspek fisik, yaitu adanya sarana ekonomi, adanya
gedung pemerintahan, adanya sarana rekreasi dasn adanya kompleks perumahan
Dalam globalisasi perubahan ukuran rumah
tangga erat kaitannya dengan pola fertilitas dan mortalitas masyarakat. Adanya
perbedaan pola transisi fertilitas dan mortalitas antara daerah perkotaan
daerah perkotaan dan daerah pedesaan berdampak pada adanya perbedaan besarnya
rumah tangga antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Dimana tingkat atau
ukuran rumah tangga di daerah perkotaan cenderung lebih kecil daripada ukuran
rumah tangga di pedesaan. Dan jumlah anak dalam rumah tangga untuk daerah
perkotaan akan lebih sedikit dari pada daerah pedesaan.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan
pembangunan pada umumnya, lapangan pekerjaan penduduk berubah dari yang
bersifat primer seperti pertanian, pertambangan, menuju lapangan pekerjaan
sekunder seperti industri atau bangunan, dan akhirnya menuju lapangan pekerjaan
tersier ( jasa dan informasi).
Pekerjaan di daerah pedesaan masih
terkonsentrasi pada lapangan pekerjaan primer . sebaliknya lapangan pekerjaan
di daerah perkotaan sudah mulai mengalami transisi atau perubahan menuju
lapangan pekerjaan sekunder maupun tersier.
Peningkatan partisipasi angkatan kerja
wanita memiliki perbedaan karakteristik antara partisipasi angkatan kerja
wanita di daerah perkotaan dan pedesaan. Perbedaan ini membawa implikasi pada
perbedaan sistem nilai dan pandangan hidup antara kaum wanita pada kedua daerah
tersebut. Meningkatnya proporsi wanita di daerah perkotaan yang bekerja di
sektor formal, memiliki implikasi pada meningkatnya kemandirian wanita dalam
mengambil keputusan baik di dalam rumah tangga atau keluarga maupun di luar
keluarga. Demikian pula keputusan seperti menunjukan jumlah anak, sekarang
tidak lagi menjadi keputusan suami namun juga keputusan istri karena istri juga
memiliki keterbatasan (constraint) terhadap waktu sebagai dampak dari bekerja
di luar rumah.
3.2 Saran
Adapun
saran yang dapat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
-
bagi
masyarakat desa dalamm menekan jumlah penduduk yang kurang bertambah di
harapkan dapat melaksanakan program KB.
-
bagi
mahasiswa, dengan pedoman makalah ini dapat mengetahui dan memahami dampak dari
globalisasi terhadap masyarkat perkotaan dan juga dapat berbagi informasi ini
untuk orang lain.
-
bagi
masyarakat perkotaan, dapat lebih memperhatikan dan meminimalisir dampak-dampak dari globalisasi karena daerah
perkotaan mengalami dampak globalisasi lebih besar daripada perkotaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Boedihargo, w .
1997 Mereka Berbicara tentang Perempuan.
Jakarta: SMU Santa Ursula
Boserup, Ester.
1984. Peran Wanita dalam Perkembangan
Ekonomi. Yogyakarta : Yayasan obor Indonesia.
Tjiptoherijanto,
prijono. 1996. Prospek Perekonomian
Indonesia Dalam Rangka Globalisasi. Jakarta : PT. Rineka Cipta – Jakarta.
terimakasih maria fransiska
BalasHapus